Ketika Advokasi Menjadi Provokasi

HAM ke-9 keluarga silakan diperjuangkan. Tapi, jangan membuat pernyataan seakan-akan 163 keluarga di Lengko Lolok dan Luwuk menolak tambang dan pabrik semen. Ini adalah tindakan manipulatif, intimidatif, dan provokatif.

Ketiga, rakyat Lengko Lolok dan Luwuk sudah lama hidup miskin. Mayoritas mereka hidup dengan menjual kayu bakar dari lamtoro. Pertanian tidak mengubah nasib mereka.

BACA JUGA:  Kampanye Pilpres, Stop Perang Diksi dan Narasi

Saat ini, ada peluang di depan mata. Mereka mendapatkan uang yang cukup. Mereka tetap mendapatkan rumah yang dibangun perusahaan tambang, lengkap dengan fasum dan fasos.

Dengan uang lebih, mereka bisa membuka usaha dan membeli tanah lagi. Uang yang mereka dapat adalah daya ungkit yang membuat mereka bisa tinggalkan kubangan kemiskinan. Sebagian besar mereka pun masih memiliki lahan di desanya.

BACA JUGA:  Polemik antara Janji Politik Pilkades dengan Undang-undang Nomor 53 Tahun 2014

Harapan apa yang dijanjikan JPIC kepada warga Lengko Lolok dan Luwuk? Rakyat dan pemerintah lebih paham cara untuk menaikkan taraf hidup.

Saya kurang paham ketika JPIC memilih lokasi pertemuan dengan sejumlah keluarga penolak tambang, bukan di Lengko Lolok atau Luwuk. Apakah JPIC ditolak di dua kampung itu? Kalau ditolak, mengapa mereka menolak?